Keuangan Syariah Butuh Dorongan Ritel

Industri Keuangan Syariah diharapkan bisa menyeriusi sektor ritel. Pasalnya, sektor ini menyediakan basis pendanaan sangat potensial yang bisa dimanfaatkan industri keuangan syariah.

Head of Islamic Finance Ernst & Young SameerAbdi mengatakan, industri keuangan syariah selama ini cenderung mengabaikan potensi bisnis ritel. Padahal, sektor ini mampu menyediakan basis pendanaan lebih stabil dibanding bisnis investasi dan wholesales businesslainnya. “Saya pikir, kebanyakan pribadi telah mengabaikan kenyataan bahwa pelanggan ritel adalah mereka yang membuat keuangan syariah terbangun. Jadi, saya kira sebaiknya (keuangan syariah) kembali ke bisnis individu,” jelasnya.

Berdasar catatan Reuters, lembaga- lembaga keuangan syariah yang berada di kawasan Teluk Arab merupakan rumah-rumah investasi yang terhubung dengan modal skala besar yang terakumulasi oleh booming harga minyak sejak enam tahun lalu. Namun, ketika booming terhenti di pertengahan 2008, industri keuangan Islam beralih ke sektor real estate. “Barangkali Anda bisa melakukan (penghimpunan dana) dalam satu kali transaksi,yang sama nilainya dengan menekuni bisnis di sektor ritel dalam tiga tahun.

Tapi, sektor ritel lebih sustaine dibanding yang lain,” sambungnya. Selama ini, terdapat dua bank syariah yang memfokuskan bisnisnya di sektor ritel global, yakni Kuwait Finance House dan Al Baraka Banking Group Bahrain. Keduanya merupakan sedikit dari bank syariah yang membidik sektor ritel di lebih dari satu negara. Baru-baru ini misalnya, Ithmaar Bank, salah satu bank syariah terkemuka Bahrain, juga mulai mengalihkan fokus bisnisnya ke sektor ritel.

Upaya tersebut dilakukan bank tersebut dengan mengintegrasikan seluruh kepemilikannya di unit Shamil Bank, sehingga diharapkan juga bisa meningkatkan kondisi likuiditasnya. Selain Ithmaar Bank, Al Hilal Bank juga menegaskan komitmennya dengan melakukan ekspansi bisnis di sektor ritel pada tahun ini. Ini dilakukan searah pergerakan harga minyak dan perbaikan kondisi ekonomi.

Menurut CEO Al Hilal Bank Mohamed Berro, ekspansi bisnis ritel tidak hanya dilakukan di perekonomian Uni Emirat Arab, melainkan juga di kawasan negaranegara Islam bekas pecahan Soviet. Salah satu di antaranya Kazakhstan yang memiliki potensi ekonomi luar biasa besar. Sejumlah analis berpendapat, kalangan nasabah ritel akan mengalihkan dananya dari bank konvensional ke bank-bank syariah dengan alasan keagamaan.

Namun, bukan tidak mungkin nasabah juga akan mengalihkannya kembali ke bank konvensional dengan alasan penerimaan keuntungan yang lebih baik dibanding bank-bank syariah. “Sayangnya, bank-bank syariah yang mengedepankan bisnis di sektor ritel juga acap kali malah tidak menarik bagi nasabah di segmen bisnis ini, menurut pengamatan Compliance Services Indonesia.

Untuk itu, sambung Sameer, bagi bank-bank syariah yang sudah memfokuskan bisnisnya di sektor ritel juga perlu meningkatkan kualitas pelayanan dan produk masing-masing. Dengan begitu, diharapkan nasabah ritel juga akan semakin banyak tertarik dalam menempatkan dananya di bank-bank syariah tersebut. “Itulah cara bagaimana bankbank syariah bisa membangun skala (bisnis).

Dan skala itu merupakan hal yang esensial dan absolut,” paparnya. Sameer menambahkan, industri perbankan syariah yang membidik sektor ritel saat ini juga masih berada pada tahap permulaan dalam membangun skala bisnis internasionalnya. Mereka juga masih dalam tahap penguatan jejaknya dalam berkompetisi dengan perbankan konvensional global yang sudah sejak lama membidik bisnis ritel.

Bank-bank konvensional yang menyisir sektor ritel, sambungnya, menawarkan produk pembiayaan dengan biaya pendanaan (cost of funding) yang sangat murah. Bankbank ini juga menawarkan harga yang cukup bersaing.“Anda bisa lihat, bahwa mereka secara keseluruhan beroperasi di seluruh dunia Islam. Dan itu artinya, menyediakan kompetisi yang akan sulit untuk bisa mengalahkannya,” sambungnya.

Opini berbeda disampaikan oleh Penasihat pada Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) Mohd Daud Bakar.Menurutnya, bank-bank syariah seharusnya bisa melebarkan pembiayaannya pada sumber-sumber potensial skala besar seperti pembiayaan penerbangan, perkapalan, dan infrastruktur, bukan hanya pembiayaan mobil dan perumahan.

Menurut Daud, industri keuangan syariah tidak boleh terlalu nyaman dan bergantung pada pembiayaan ritel, melainkan harus membuat dorongan besar pada sektor- sektor yang lebih potensial.“Keuangan syariah dibentuk awal 1970- an untuk menolong masyarakat memiliki mobil dan rumah. Saya kira tren itu cukup di situ. Saatnya kini pembiayaan lembaga keuangan syariah bergerak ke abad baru pembiayaan yang lebih luas,”paparnya.

Menurut Daud, terdapat kebutuhan mencolok pada pendanaan sesuai syariah di berbagai sektor. Industri penerbangan misalnya, membutuhkan lindung nilai dari harga minyak.Peluang yang sama juga berlaku di sektor pertanian, infrastruktur, jasa pengiriman, pendidikan,dan konsumsi. Daud mengatakan, lembagalembaga keuangan syariah bisa melirik peluang-peluang tersebut melalui anak-anak usaha bisnisnya, atau bisa saja mengambil bentuk seperti modal ventura.

“Bankbank syariah perlu mendiversifikasi portofolio pembiayaan mereka. Sebab, hanya dengan itu perbankan syariah bisa terlihat berperan riil di mata masyarakat,”tegasnya. Terkait itu, Daud menyarankan agar bank-bank syariah tidak ragu meniru jasa produk dan layanan perbankan konvensional selama itu sesuai dengan aturan-aturan syariah. Sebab, selain mendorong pertumbuhan industri, peniruan juga bisa lebih menguntungkan nasabah dengan variasi produk dan layanan yang bisa mereka nikmati.

0 komentar:

Posting Komentar